5 Strategi Jitu Membangun Konsep Diri Positif pada Anak
Sesungguhnya Allah SWT. berfirman . .
Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. [HR.Turmudzi]
Jika kita berprasangka baik padaNya, maka kebaikan akan menyelimuti hidup kita.
Jika kita berprasangka buruk padaNya, maka keburukan akan benar-benar menimpa kita.
Sayangnya, tidak banyak orang yang mampu berpikir positif dan percaya terhadap kebaikan-kebaikanNya.
Saat 1 ketidaknyamanan menimpa, kita melupakan semua nikmat yang pernah Dia berikan.
Padahal, 1 ketidaknyamanan itu tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan berkah yang telah Tuhan limpahkan.
Kemudian, kita tertekan dan merasa hidup ini tak adil.
Pikiran dan perasaan negatif inilah yang kemudian menghambat kita untuk maju.
Padahal, Tuhan telah menunjukkan bukti cintaNya pada manusia melalui firman di atas.
Yang bermakna, Dia memberikan kebebasan pada kita dalam memandang kehidupan.
Mau berpikir negatif, maka realita yang dijumpai akan benar-benar menjadi negatif.
Mau berpikir positif, maka Dia akan menyertai kita melalui pertolonganNya.
>> Sedang Menimbang Homeschooling untuk Pendidikan Anak? Ikuti Pelatihan Homeschooling klik Banner di Bawah Ini <<
Memang tidak mudah . .
untuk selalu berprasangka baik terhadap segala kejadian yang menimpa kita.
Apalagi jika kejadian itu dalam bentuk musibah atau sesuatu yang merugikan secara material.
Manusia membutuhkan konsep diri positif agar mampu berprasangka baik terhadap ketentuan Tuhan.
Kembali Dia mengingatkan kita tentang keuntungan berpikir positif atau berprasangka baik.
Sesungguhnya berprasangka baik pada Allah adalah termasuk sebaik-baiknya ibadah (HR. Abu Daud)
Memenuhi perasaan dan pikiran dengan kebaikan akan menghantarkan kita pada kedamaian hidup, ketenangan jiwa dan ketentraman batin.
3 hal tersebut akan membuat kita lebih optimis menjalani hidup serta lebih bijak dalam membuat keputusan.
Sehingga, kita akan selalu bangkit dalam mencapai tujuan.
Kita menjadi dekat, bahkan sangat dekat dengan keberhasilan.
3 Komponen Konsep Diri
Lalu, bagaimana caranya kita bisa membantu anak-anak agar senantiasa berprasangka baik terhadap ketetapan Tuhan?
Bagaimana caranya kita bisa mendorong anak-anak agar senantiasa yakin terhadap kemampuannya?
Kunci utamanya ada pada konsep diri.
Silahkan kunjungi Konsep Diri Positif Sebagai Kunci Keberhasilan Hidup, jika ingin membaca pengertian dan alasan kenapa konsep diri berperan besar dalam kehidupan manusia.
Jika Anda malas membaca pengertian yang panjang, kami sudah siapkan pengertian singkatnya di sini.
Konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri.
Ia terbentuk melalui pengalaman, interaksi dengan lingkungan dan pengaruh dari orang-orang yang dianggap penting.
Konsep diri idealnya dibangun sejak manusia dilahirkan.
Masa kritisnya adalah saat anak-anak menginjak usia sekolah dasar.
Jika seseorang memiliki konsep diri positif, ia akan menghargai dirinya dan mampu melihat sisi positif dari setiap kejadian untuk diambil pelajaran agar lebih berkembang di masa depan.
Jika seseorang memiliki konsep diri negatif, ia akan memandang dirinya lemah, tak mampu berbuat apa-apa, tidak menarik, tidak disukai, dan kehilangan daya tarik terhadap hidup.
Jadi . .
konsep diri sangat berperan terhadap keberhasilan seseorang dalam menjalani hidupnya.
Saat ini, kepala Anda pasti dipenuhi 1 pertanyaan.
Bagaimana membangun konsep diri positif pada anak?
Agar percaya pada potensinya dan tetap berjuang sekalipun ketetapan Tuhan tak senada dengan harapan.
Sebelum membentuk konsep diri positif pada anak, Anda harus memahami bagian-bagian dari konsep diri.
Konsep diri terdiri atas 3 komponen;
1. Diri Ideal (Self Ideal)
Adalah gambaran dari sosok individu yang sangat Anda inginkan jika Anda bisa menjadi seperti orang itu di masa depan.
Biasanya, ada yang secara sadar menetapkan siapa diri idealnya, tapi ada juga yang tidak menetapkan.
Anda mungkin banyak membaca dan mendengar tentang orang yang menunjukkan kualitas luar biasa.
Mereka memperlihatkan kepercayaan diri, keberanian, ketekunan, kesabaran, upaya luar biasa dan pikiran positif.
Hal itu akhirnya membentuk diri ideal Anda.
Diri ideal ini tidak pernah tetap.
Sejak anak-anak hingga dewasa, kita terus mencari siapa diri ideal kita.
Jika tidak hati-hati dalam membentuk atau memilih diri ideal, bisa berakibat negatif pada kepribadian kita.
Contohnya, remaja yang salah memilih idola.
Mereka cenderung mengidolakan artis dengan penampilan glamour, gaya hidup bermewah-mewahan dan hedonis.
Parahnya lagi, jika idola mereka mengonsumsi narkoba, minuman keras dan menjalani seks bebas.
Sadar atau tidak, anak-anak pasti akan menerima prinsip hidup, kebiasaan dan penampilan idola mereka.
Tugas orangtua adalah membantu anak-anak membentuk diri ideal mereka.
Karena diri ideal ini akan menentukan sebagian besar arah hidup anak.
Ia menentukan arah perkembangan diri dan pertumbuhan karakter serta kepribadian.
2. Citra Diri (Self Image)
Adalah cara Anda melihat dan berpikir mengenai diri Anda pada saat ini.
Sederhananya, saat Anda bercermin, “apa yang Anda pikirkan tentang diri Anda?”
Apakah ia meninggalkan kesan cerdas, percaya diri, pemalas, berani, memalukan, pelit, tidak menarik dll?
Citra diri adalah cermin diri.
Seseorang akan selalu melihat ke dalam cermin untuk mengetahui bagaimana ia bersikap pada suatu keadaan.
Saat Anda melihat percaya diri, maka Anda akan bertindak layaknya orang yang percaya diri.
Saat Anda melihat diri sebagai pribadi minder, Anda akan bertindak layaknya orang minder.
Citra diri adalah komponen konsep diri yang paling penting.
Karena kemajuan dalam hidup akan cepat digapai apabila Anda bisa mengubah citra diri.
Saat Anda melihat kesuksesan dalam cermin diri, maka Anda akan bertindak layaknya orang sukses.
Dan, kesuksesan akan benar-benar ada di tangan Anda.
3. Harga Diri (Self Esteem)
Seberapa suka Anda terhadap diri Anda?
Semakin Anda menerima diri apa adanya, menghargai dan mencintai diri sendiri dengan baik, maka semakin tinggi harga diri Anda.
Jika itu terjadi, maka Anda akan menjadi pribadi positif dan bahagia.
Pikiran positif mendorong semangat, antusiasme dan motivasi diri.
Bukankah semangat dan motivasi diri adalah alat utama yang dibutuhkan manusia untuk berjuang?
Harga diri adalah hasil perbandingan antara diri ideal dengan citra diri.
Jika citra diri anak sejalan atau mendekati diri idealnya, maka harga dirinya akan tinggi.
Jika citra diri anak tidak sejalan atau jauh dari diri idealnya, maka harga dirinya akan rendah.
Membangun Konsep Diri Positif pada Anak
Nilai matematika sering dijadikan acuan bagi orangtua untuk menilai kecerdasan anak.
Jika 90 adalah nilai terbaik untuk matematika, maka saat anak mendapat nilai 50, ia akan dianggap bodoh.
Sekarang, kita analisa menggunakan 3 komponen konsep diri.
- Nilai 90 adalah diri ideal yang diciptakan orangtua atau lingkungan untuk anak.
- Lingkungan atau orangtua yang memberi cap bodoh akan diterima dan dianggap benar oleh anak. Bodoh akan menjadi cermin diri atau citra diri bagi anak.
- Citra diri yang jauh dari diri ideal akan membuat harga diri anak rendah.
Cap bodoh ini akan selalu menyertai anak hingga dewasa.
Ia tumbuh menjadi pribadi rendah diri dan merasa tidak mampu mengatasi tantangan yang ada di hadapannya.
Padahal, orangtua hanya menggunakan 1 variabel untuk menilai kecerdasan anak, yakni matematika.
Tapi, hal ini mampu merusak citra diri anak dan menghambat perkembangan mereka di masa depan.
Konsep diri bisa diubah dan dibangun kembali.
Sayangnya, itu membutuhkan proses yang tidak mudah.
Individu yang bersangkutan harus memiliki komitmen kuat, visi hidup yang jelas dan lingkungan yang mendukung.
Oleh karena itu . .
sebelum terlambat sebaiknya orangtua membangun konsep diri positif pada anak sejak ia dilahirkan.
Berikut adalah langkah-langkah konkrit dalam menumbuhkan konsep diri positif pada anak.
#1 Mengajari anak menghargai diri sendiri
Saat anak memecahkan piring di dapur, bagaimana reaksi Anda?
Aduh Toni, itu kan piring kesukaan mama. Makanya, hati-hati dong. Kemarin kan mama udah bilang. Jangan main di dapur!
Well, ternyata Anda lebih sayang pada piring daripada anak Anda.
Berapa harga piring Anda? Apakah ia lebih mahal ketimbang anak Anda?
Pola asuh orangtua berperan besar dalam menentukan konsep diri anak.
Contoh sederhana di atas menunjukkan bahwa harga diri anak tidak penting bagi Anda.
Seharusnya, Anda berkata seperti ini . .
Astaghfirullah Toni. Kamu nggak apa-apa nak? Lain kali hati-hati ya. Boleh main di dapur asal ditemenin sama mama.
Secara tidak langsung, orangtua telah mengajarkan pada anak bahwa dirinya berharga.
Dirinya adalah unik dan istimewa.
Anak-anak pun akan sadar bahwa ia penting dan dibutuhkan.
Perasaan dicintai dan dihargai akan membuat seseorang percaya diri.
*Tips: Kalau Anda tidak ingin anak memecahkan piring, taruhlah benda-benda penting Anda di tempat yang tidak bisa dijamah oleh anak. Jangan hanya menyalahkan anak saat mereka melakukan kesalahan. Bisa jadi, kesalahan anak diakibatkan oleh kelalaian orangtua. |
Mulai sekarang, hati-hatilah dalam merespon kesalahan anak.
Dahulukan sabar, lihat latar belakang atau penyebab anak melakukan kesalahan, kemudian ajari mereka mencari solusi dari masalah yang dihadapi.
#2 Hindari memberikan cap buruk pada anak
Bodoh, bandel, pemalas, tukang tidur, gendut, item, nakal, kurang ajar, keriting, kerempeng . .
Lalu, apalagi julukan buruk yang biasa orangtua berikan pada anak?
Sekalipun dalam kondisi bercanda, hindari memberikan panggilan buruk untuk anak.
Otak anak bagaikan spons yang mudah menyerap apa saja yang didengar dan dilihat.
Saat Anda memanggil mereka dengan sebutan buruk, hal itu akan diserap dan disimpan oleh pikirannya.
Yang lebih berbahaya . .
Saat Anda mengulangi panggilan buruk itu lagi, lagi dan lagi.
Pengulangan ini akan menancap kuat dalam pikiran bawah sadar anak.
Selanjutnya, ia akan menganggap benar julukan buruk dari Anda.
Sesuatu yang dianggap benar oleh pikiran anak, akan terwujud dalam perilakunya.
Jika cap bodoh yang diberikan, maka nyatalah bodoh itu.
Jika cap tak berguna yang diberikan, maka nyatalah tak berguna itu.
Dewasa nanti, cap-cap buruk itu akan menjadi mental block dalam hidupnya.
Mereka akan sulit berkembang karena tidak yakin pada kemampuannya.
Jadi . .
dalam kasus ini, siapa penghambat masa depan anak?
Secara tidak langsung, penghambatnya adalah orangtua sendiri.
#3 Hindari membandingkan anak dengan orang lain
Tiap manusia dilahirkan unik.
Tidak ada Agnez Mo yang diciptakan Tuhan dalam 2 wujud.
Tidak ada Joko Widodo yang diciptakan Tuhan dalam 2 wujud.
Dan, tidak ada ‘Anda’ yang diciptakan Tuhan dalam 2 wujud.
Anak kembar sekalipun, memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda.
Lalu . .
bagaimana Anda bisa membandingkan anak dengan teman sekolahnya?
Sudah jelas teman-teman mereka lahir dari ayah dan ibu yang berbeda.
Yang masih saudara kandung saja beda, apalagi yang tidak serahim???
Anak kita memang memiliki kekurangan.
Tapi, jangan bandingkan kekurangan itu dengan kelebihan anak lain.
Andin! Kamu ini malas banget ya. Pantas saja nilai kamu kalah jauh sama nilainya Ririn.
Karena nilai yang tidak mencapai standar, mama Andin marah hingga membandingkan nilai anaknya dengan nilai anak tetangga.
Secara tidak langsung, Anda telah menciptakan diri ideal untuk anak.
Ririn menjadi diri ideal bagi Andin.
Karena Andin tidak mampu mencapai kualitas yang dimiliki Ririn, maka terbentuklah gap (celah) di sana.
Gap atau celah ini diberi nama pemalas oleh mama Andin.
Maka, yang terjadi adalah Andin memiliki harga diri rendah.
Ia menjadi minder dan merasa tak kompeten.
Selamanya . .
perasaan ini akan menempel dalam diri Andin dan menghambat kemajuannya.
*Tips: Berhenti membandingkan anak dengan saudaranya, teman-teman sekolahnya apalagi tetangganya. Sadari kelebihan dan kekurangan anak, kemudian terima itu dengan penuh syukur. Jika Anda ingin membandingkan, bandingkanlah prestasinya di masa lalu dan di masa sekarang. Begitu juga dengan perilaku, kemampuan dan performa belajarnya. |
Jangan sampai anak Anda menjadi Andin kedua, ketiga dan seterusnya.
#4 Menggali potensi anak
Inilah solusi agar Anda berhenti membandingkan anak dengan orang lain.
Yakni, mengenali bakatnya.
Anda harus percaya bahwa manusia diciptakan Tuhan bersama dengan potensinya.
Pasti itu sudah satu paket.
Apabila saat ini Anda belum menemukan potensinya, itu berarti anak sedang tidak berada di tempat yang tepat untuk menggali potensinya.
Misalnya, Anda mengeluhkan nilai fisika anak yang selalu di bawah standar.
Itu bukan berarti anak Anda bodoh atau malas belajar.
Kenali dulu kekurangan dan kelebihannya.
Jika anak lemah pada mapel fisika, bisa jadi ia kuat dalam mapel bahasa Indonesia.
Maka, kembangkan terus potensinya pada mapel bahasa Indonesia (bidang dimana potensi anak terlihat).
Lalu . .
bagaimana dengan kelemahannya dalam fisika?
Bantu ia mencapai nilai standar.
Cukup.
Tidak perlu muluk-muluk ingin menaikkan nilainya menjadi sempurna.
Itu hanya akan memberatkan anak.
Membuatnya tertekan dan tak semangat menjalani hari-hari di sekolah.
Fokus saja pada apa yang diminati anak, karena kemungkinan besar itulah potensinya.
#5 Memberi pemahaman, ‘hidup adalah perjuangan’
Dewasa ini, anak-anak tidak mengenal kata proses.
Mereka lebih dekat dengan kata instan.
Padahal, hidup ini adalah perjuangan.
Untuk bisa mendapatkan nilai sebesar X, kita harus melakukan upaya sebesar Y.
Tapi, anak-anak menganggap ‘buah’ itu langsung matang dan tidak perlu upaya untuk menanam atau merawatnya.
Apa yang terjadi jika pola pikir ini menguat dalam diri anak-anak?
Mereka jadi malas bergerak dan berupaya.
Karena maunya serba instan.
Tidak mau berproses, maunya langsung jadi.
Jika ia mendapatkan sesuatu yang tak sesuai dengan harapan, tipe anak seperti ini akan mudah stres, tertekan hingga akhirnya depresi.
Sangat berbahaya . .
saat orangtua tidak mengenalkan pada anak arti dari proses dan berusaha.
*Tips: Hindari menuruti permintaan anak secara cuma-cuma. Sejak usia dini, mereka harus paham bahwa hidup bukanlah menunggu dan berpangku tangan. Harus ada pergerakan agar bisa menghasilkan. Misalnya, saat anak ingin memiliki smartphone baru. Berikanlah sumbangan 50% dari harga smartphone tersebut. Sisanya, harus dibayar sendiri dengan cara menyisihkan uang saku. |
Saat anak masih di bawah usia 3 tahun dan ia merasa lapar, kemudian menangis.
Hindari untuk langsung memberinya makanan.
Katakan padanya terlebih dulu . .
Adik lapar ya . . Mau makan?
Sikap ini sangat sederhana.
Tapi, berdampak besar bagi pemahamannya tentang hidup.
Membangun konsep diri positif pada anak sebenarnya mudah.
Semua tergantung pada komitmen orangtua untuk mencontohkan kebiasaan positif, baik melalui ucapan dan perilaku.
Kemudian, hasilnya kita serahkan pada Allah SWT.
Karena Dialah. . Sang Maha Pembuat Keputusan.
Pada halaman berikutnya, kami menyajikan Kisah 8 Tokoh Dunia dengan Konsep Diri Positif.
Bacaan tersebut akan memovitasi Anda dalam membangun konsep diri positif pada anak.
Karena 8 tokoh ini ada yang hidup dalam keterbatasan materi dan fisik, tapi tak membuat mereka kecil hati dalam membangun hidup yang lebih baik.